Selasa, 18 Desember 2012

PUISI "LAH"

Ali Syahban Amir Anggap saja, Aku adalah 1 dari 1000 lelaki yang ingin tinggal di hatimu Aku ingin jujur, jujur berkata sebenarnya. Puisi ini kutulis, dengan pulpen yang baru saja kuambil dengan menutup mata sebuah tas milik temanku. Begitu pula hatimu, Kuingin mengambilnya dengan menutup mata 999 lelaki yang mau padamu. Saat ini, kutak ingin membawakanmu sekuntum bunga. Tapi sungguh, ku hanya ingin membawakanmu sehelai kain. Karena, aku akan membersihkan hatimu dari rasa tak suka, Dan ku menggantinya dengan sesuatu yang indah. Itulah yang kusebut cinta.

Kampus Biru, 1 Desember 2010

Puisi "Mengundurkan Diri"

Ali Syahban Amir Saya mengundurkan diri dari produksi cerita panjang hidup ini. Tuhan gantikan saya dengan pemeran yang baru. Mungkin masih ada yang lebih sanggup menjadi aktor utama. Ku tak bisa maksimal. Saya sudah capek tak bisa menjiwai peranku. Terlalu pedih. Masa peran yang kudapat dalam hidupku susah terus!? Apalagi jadwal take-nya terlalu padat, lokasinya juga tandus. Haus, Barang sampai, makanku dalam sehari Cuma sekali. Bahkan, tidak makan sekalipun. Tuhan cancel saja saya. Saya tidak tahan debu lighting tua yang terlalu panas. Lebih baik, batalkan saja kontrak hidup ini, Cari saja pemeran pengganti. Biar rasa yang sering kurasa dapat dirasa oleh perasaannya. Tuhan, Jangan bilang bahwa saya adalah pemeran terbaik untuk lakon yang satu ini… Gowa, 18 Desember 2010 Rev.Bulukumba, 8 jan 2011

Puisi "Dan Bugis-Makassar"

Ali Syahban Amir Siul-siul seruling hari-hari hangat. Tanah Bugis-Makassar Berkawan malaikat pencatat dosa yang bukunya hampir penuh. E, adat turunan leluhur seakan sudah dicetak dalam dongeng pengantar tidur saja. Budaya condong kearah matahari terbenam dengan telanjang merobek kitab suci Kemudian berdebu ditaruh gudang setara buku lama santapan rayap. Siul-siul seruling hari-hari hangat. Anak melupa, Moyang terlupa, Hati melupa, Adat terlupa, Dimana jagonya ayam jantan dari timur, Apa kau taroh di kandang punya pejudi? Akankah “Sa’ri Battang” sebatas sapaan rezim? Siul-siul seruling hari-hari hangat. Miskin benar pencari uang. Mandor berdiri buruh patah tulang terbanting untuk uangmu. Bugis Makassar dengan lantunan Siri’ na Pacce. Siul-siul seruling hari-hari hangat. Gula-gula palsu sang pengeruk Ditatap lirih bocah dekil himpitan gedung, Senyumnya adalah torehan sejarah baru masa ini, Kan menjadi lafadz Sinrili’dimasa mendatang. Siul-siul seruling hari-hari hangat. Semua akan baik-baik saja. Selama Rewanya masih digaris Siri’ na Pacce, Selama tabuhan gendang berirama dalam darah sekian melodi Pui’-Pui’ termaktub dalam jiwa. Dan tanah Bugis-Makassar Kau kan nikmati Hangatnya hari yang senada dengan harmoni siul seruling Jiwa yang mengerti. Makassar, 20 Agustus 2011