Senin, 17 Mei 2010

SENYUM BERTAHTA FIRDAUS

Karya   :  Ali Syahban Amir

Ketika sang pengayuh mimpi menangis ditubuh senja,

Di tubuh senjanya dihembusi aroma keangkuhan,

Di tubuh senjanya , terbalut kebosanan dan mulai menutupi luka kesabarannya.

 

Jiwanya berdarah…. Raganya seperti dicabut malaikat maut saat mendayung gerobak yan g dihiasi sampah-sampah mahluk berdasi.

 

Mereka tahu, senjanya kan menjadi jalan layang menuju liang malam…Liang malam kan memisahkannya dengan buah mentari kecilnya,

Yang hidupnya hanya menghirup aroma keangkuhan di atas piring yang tak mungkin meliriknya…

 

Dahaga akan selalu menjerat lehernya dan hanya air kencing mahluk berdasi yang sanggup ia percikkan untuk membuka jerat dahaga dilehernya…

 

Ha…ha…ha….ha…ha…

Aku bersyukur terlahir menjadi buah mentari kecil yang bertangkai dari sang pengayuh mimpi….

Aku yakin sumpahku akan membawaku memercikkan air kencing ini dijerat dahaga buah mentari kecil yang kesemutan diselokan gedung tinggi itu…

Karena aku tahu, saat  jerat dahaga ini terbuka balutan kebosanan pun akan terlepas…

Dan karena sang pengayuh mimpi tahu, dibalik balutan kebosanannya ada tersulam senyum wangi yang kan menghapus aroma keangkuhan diatas piring yang kemudian akan meliriknya…

Dengarlah, hai sang pengayuh mimpi….

 

Senyum wangi  itu kan mengobati luka kesabaranmu…

Senyum wangi itu kan membunuh tangismu…

Senyum wangi itu kan mengantarmu ke liang malam yang bertahta firdaus…

 

Dengarlah hai sang pengayuh mimpi…. 

 

Sang pengayuh mimpi, tetaplah tersenyum, tunggulah kilau mutiara harapan

Jangan lengah engkau mengambil nafas,raihlah kebebasan menjaga mentari…

Sang pengayuh mimpi, tetaplah tersenyum, tunggulah kilau mutiara harapan

Jangan lengah engkau mengambil nafas, raihlah kebebasan menjaga mentari…

                Dengarlah hai sang pengayuh mimpi…

                Senyum wangi kan obati luka kesabaranmu…

                Senyum wangi itu kan membunuh tangismu…

                Senyum wangi itu kan mengantarmu ke liang malam yang bertahta firdaus…

 

 

 

Kampus Biru, 27 April 2010, 03:00 am

1 komentar:

  1. ini di tulis saat ku melihat pemulung yang dari pagi hari hingga sore mengayuh gerobak untuk membersihkan lingkunga kota juga untuk menjadi sumber nafkah di keluarganya..

    BalasHapus